Wednesday, February 25, 2015

INDONESIA DI TANGAN BUPATI - WALI KOTA, Kudus

Inovasi Musthofa, Bupati Kudus, Jawa Tengah
Mendorong Masyarakat Menjadi Pengusaha
Musthofa

Sebagian besar warga Kudus merupakan buruh lepas di sejumlah perusahaan besar. Bupati Kudus Musthofa berupaya mengubah mindset masyarakat dari mental pekerja menjadi mental pengusaha.

Kudus merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dengan luas wilayah paling kecil. Yakni sekitar 42,5 ribu hektar. Jumlah penduduknya 889.483 jiwa. Lebih dari enam tahun Musthofa menjadi bupati di kabupaten itu. salah satu pilar visi yang beliau kemukakan adalah mewujudkan Kudus yang semakin sejahtera.

Dari visi itu Musthofa memiliki empat strategi. Yaitu, penguatan pangan, kesehatan, pendidikan, serta tumbuhnya kewirausahaan. Sejak awal menduduki jabatan bupati, Musthofa ingin mengubah pola pikir masyarakat agar menjadi seorang pengusaha.

Semangat itu didasari atas julukan Kudus sebagai kota industri rokok. Saat ini sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah buruh harian lepas. Di Kudus terdapat sedikitnya tiga perusahaan besar, yakni PT Djarum, PT Nojorono Tobaco Indonesia, dan PT Sukun. Selain itu ada perusahaan makanan seperti PT Mubarokfood yang terkenal produk jenangnya dan PT Polytron dengan produk elektroniknya.

Banyaknya perusahaan itu mampu menopang perekonomian masyarakat. Pendapatan per kapita masyarakat Kudus tertinggi jika dibandingkan dengan kabupaten atau kota lain di Jawa Tengah. Pada 2013 pendapatan per kapita masyarakat Kudus selama lima tahun mencapai Rp 15 juta. Angka itu lebih tinggi daripada kota Semarang yang hanya Rp 12 juta.

Selain itu potensi cukai yang disetorkan kepada pusat cukup tinggi. Data pada 2011, cukai mencapai Rp 14,9 triliun. Lebih tinggi 8,7 persen dari tahun sebelumnya. Bila ditambah cukai dari perusahaan non rokok, pada 2011 totalnya mencapai Rp 18,79 triliun. Kebijakan pengembalian cukai ke daerah pun cukup menguntungkan. Paling tidak pada 2014, pengembalian cukai yang diterima Kudus mencapai Rp 125 miliar.
Pria yang pernah menjabat komisaris di sebuah perusahaan asuransi itu prihatin dengan pola pikir masyarakat. Beliau meyakini, kondisi tersebut bisa dirubah. Potensi ekonomi diwujudkan untuk membangun kesejahteraan masyarakat.

Jaminan sejak lahir hingga meninggal ditanggung pemerintah. Artinya, pengurusan akta kelahiran, jaminan kesehatan, hingga santunan kematian menjadi tanggung jawab pemerintah. Semua dibiayai APBD sebesar Rp 1,3 triliun per tahun. Kebijakan itu pun diterapkan sejak awal beliau memimpin pada 2008 hingga sekarang.

Aspek kesehatan juga demikian, Musthofa tidak ingin warganya sulit mendapat pelayanan kesehatan yang maksimal. Seluruh pelayanan kesehatan milik pemerintah untuk kelas III digratiskan. Anggarannya diambil dari APBD ditambah pengembalian cukai dari pusat.

Selesai penguatan aspek kesehatan, Musthofa melanjutkan pada aspek pendidikan. Wajib pendidikan 12 tahun pun diterapkan gratis untuk sekolah negeri. Pembiayaan ditanggung pemerintah dengan pembiayaan diambilkan dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten.

Tahun ini total pembiayaan untuk biaya operasional sekolah di Kabupaten Kudus mencapai Rp 169 miliar. Perinciannya Rp 138 miliar berasal dari APBN, Rp 4 miliar berasal dari APBD Provinsi, dan Rp 27 miliar berasal dari APBD Kabupaten.

Kemudian untuk sekolah swasta, Musthofa memberikan perlakuan berbeda. Porsi gratis tidak diberikan kepada seluruh siswa, hanya 20 persen yang bebas biaya.

Pria yang pernah menjadi anggota DPRD Jateng periode 2004-2009 itu meminta masyarakat memanfaatkan kebijakan yang telah dirinya susun. Saat ini tidak ada lagi alasan tidak sekolah. Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran agar semua bisa mendapatkan hak pendidikan.

Dua kebijakan tersebut berlangsung hingga sekarang. Selanjutnya mewujudkan masyarakat yang memiliki jiwa kewirausahaan. Musthofa sedang menyiapkan program kredit usaha produktif. Beliau menitikberatkan pada kelompok UKM yang produktif. Pelaku UKM bisa mengajukan pinjaman kepada pemerintah dengan bunga lebih murah. Yakni 6 persen per tahun. Tentu saja agar tidak memberatkan masyarakat, kredit itu diberikan tanpa agunan paling besar Rp 20 juta.

Pinjaman tersebut terbagi dalam empat kategori, disetiap kategori ada batas maksimal pinjamannya. Kategori pertama ditandai warna merah dengan batas maksimal Rp 5 juta. Lalu kartu biru dengan batas maksimal Rp 10 juta. Selanjutnya Rp 15 juta untuk warna hijau dan abu-abu batasnya Rp 20 juta.

Bupati Lapor Rakyat

Sosialisasi program yang disusun Musthofa dipublikasikan tidak hanya melalui media. Beliau memiliki kegiatan rutin seminggu sekali mengunjungi kampung-kampung. Kegiatan itu disebut Bupati Lapor Rakyat.
Bentuk kegiatannya sederhana, hamper mirip dengan sarasehan bersama warga. Lokasinya pun berpindah-pindah. Biasanya yang menjadi jujukan adalah perkampungan yang jauh dari kota. Misalnya desa Gulang, kecamatan Mejobo.

Dalam forum itu, Musthofa memberi kebebasan untuk bertanya maupun mengadu. Kegiatan tersebut tidak lepas dari slogan 3M (mendengar, melihat, merasakan) yang selalu digembor-gemborkannya.

Ada manfaat yang bisa diambil dari kegiatan tersebut. Keakraban adalah yang pertama. Lalu kinerja jajaran dibawahnya terkontrol dengan baik. Setiap ada pengaduan, Musthofa langsung mengecek ke kepala dinas yang bersangkutan, kemudian saat itu juga memberi solusi.

Selain itu Musthofa tidak jarang memotivasi masyarakat secara langsung. Misalnya disela-sela melaksanakan tugas, beliau menghampiri salah satu sekolah. Tidak jarang pihak sekolah memberinya waktu untuk mengajar di kelas.

Biasanya Musthofa mengecek fasilitas sekolah sudah memadahi atau belum dari siswa. Selain itu, beliau senang menceritakan kisah hidupnya pada mereka. Mulai bergelut dibidang asuransi, masuk dunia perbankan, hingga menjadi pengusaha dan bupati. Cerita-cerita itu beliau sampaikan untuk menggugah semangat siswa. Setidaknya mereka memiliki cita-cita yang tidak sekadar menjadi pegawai.


Menurut Musthofa, menjabat bupati ibarat kontrak amanah. Selama dua periode, atau sepuluh tahun, beliau harus bisa membuktikan Kudus menjadi lebih baik.

0 comments:

Post a Comment